Monohero mungkin masih menjadi nama yang asing di telinga penikmat musik Indonesia. Namun setelah merampungkan EP pertamanya sekaligus menjalani serangkaian tour mereka ke beberapa titik kota di Jawa hingga Bali selama bulan September hingga awal Oktober, Monohero berhasil menyita perhatian penikmat musik di Indonesia.
Monohero adalah grup musik dari kota Malang yang mengawinkan dua cabang seni, visual dan musik. Mengambil root pada musik Psychedelic Ambient “Psybient”, mereka bertiga mengisahkan berbagai kegelisahan kehidupan dengan cara bernada dan rupa.
Proyek ini diprakarsai oleh 3 pemuda asal Malang, Muhammad Fadhil Wafy selaku main composer dilengkapi oleh Arie W. Omen pada vocal serta Alfian Roesman selaku video mapping player.
Presentasi komposisi Psychedelic terdiri dari lantunan guitalele milik Wafy yang diberi efek ambient sedemikian rupa sehingga menghasilkan suara yang unik. Permainan dynamic yang biasanya dimulai dari petikan broken chords dan beranjak naik turun sesuai komposisi, ditambah dengan bantuan instrumen sequencer merupakan ciri khas dari musik Monohero.
Semua itu lengkap dengan ditambahkannya vokal Arie Omen yang di-treatment serupa, seakan menjadi sebuah racikan yang pas dengan guitalele Wafy tersebut. Satu hal lagi dari Monohero adalah karakter dan pembawaan vokal Arie Omen yang lebih tepat disebut instrumen suara daripada sebuah vokal bernada.
Kembali menyimak rangkaian tour Monohero.
Berawal dari Bali, Monohero yang didampingi oleh Jonas Sestrakresna membawa karya- karyanya di berbagai panggung di sana. Beberapa tempat seperti Denpasar dan Ubud menjadi telah berhasil menjadi titik tempat presentasi karya Monohero. Beberapa di antaranya, Bali Bohemia, Warung Mertua, Taman Baca Kesiman.
Pada hari terakhir, Jonas membuatkan acara di rumahnya sendiri, di Tukad Abu. Bertajuk MUSIK 13: Solidaritas dari Sungai, Jonas mengundang beberapa penampil lain dari Bali maupun pulau Jawa, antara lain The Dissland, Why Not, Matrix Collapse, Coll Front, Microphone Killer, Ikbal Lubys dari Yogyakarta, Digital Dog, Retno Tan dari Solo dan Tebo Umbara.
Berlanjut ke kota Solo, Monohero tampil dalam acara bertajuk Bukan Musik Biasa #54 yang digagas oleh almarhum I Wayan Sadra dan sekarang dipromotori oleh Gondrong Gunarto bersama TBJT Surakarta. Selain Monohero, terdapat juga Swantatu dari Kudus dan I Ketut Saba dari Solo. Selain ada performance dari para penyaji, juga terdapat diskusi musik yang dipimpin oleh Zoel Mistortoify dan dimoderatori oleh Joko S. Gombloh.
Berakhir di Jakarta, pada 4 Oktober 2016 Monohero tampil dalam acara Pekan Komponis Indonesia dengan tema Musik Eksperimental Elektronik yang diselenggarakan Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta. Dari proses penyaringan sekitar 60 karya oleh komite yang terdiri dari Anto Hoed, Aksan Sjuman, Otto Sidharta dan Anusirwan, materi musik Monohero yang berjudul “Escalating Wanderlust” dengan atas nama komposer Muhammad Fadhil Wafy dari Malang terpilih sebagai satu di antara 6 karya yang dipresentasikan di panggung Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, bersama musisi-musisi seperti Dylan Amiro (Jakarta), Fahmi Mursyid (Bandung), harry Haryono (Sukabumi), Hery Budiawan (Jakarta), dan Patrick Gunawan Hartono (London).
Kiprah Monohero dengan format seperti ini dimulai sejak akhir januari 2016. Selama perjalanan musiknya, Monohero telah sukses merampungkan EP bertajuk SHIMMY and SHIMMER yang berisikian dua single berjudul “Avaveti” dan “Escalating Wanderlust”.
Kedepannya Monohero akan terus membuat perjalanan-perjalanan untuk memperkenalkan serta mempresentasikan karya musiknya ke berbagai panggung dan berbagai tempat. Serta merealisasikan album pertamanya yang akan dirilis pada 2017 mendatang.
Terkait
